Kepala desa tempat pembuatan konten film Guru Tugas di Bangkalan buka suara. Kades mengakui warga setempat dan dirinya menyetujui pembuatan film itu. Saya merasa sangat prihatin dengan berita ini. Seharusnya seorang guru, baik itu dalam konteks film ataupun kehidupan nyata, memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan bagi para siswanya. Menciptakan film yang menganggap sepele dan melecehkan santri tidak hanya tidak etis, tapi juga bisa merusak citra dan moralitas generasi muda. Sebagai pemegang peran penting dalam pendidikan, seorang guru seharusnya menjadi sosok yang mampu memberikan pengaruh positif bagi perkembangan karakter dan moral siswanya. Tidak hanya itu, membuat film yang melecehkan santri juga menunjukkan ketidakpekaan terhadap nilai-nilai agama dan budaya yang seharusnya dijunjung tinggi. Hal ini juga bisa menimbulkan konflik dan perpecahan di dalam masyarakat, terutama dalam lingkungan pesantren yang biasanya memiliki nilai-nilai keagamaan yang kuat. Sebelum membuat film atau karya seni lainnya, sebaiknya para pembuatnya lebih cermat dan sensitif dalam mempertimbangkan dampak dan respon yang mungkin timbul dari karyanya. Keputusan Kades untuk mengeluarkan izin membuat film tersebut juga patut dipertanyakan. Seorang kepala desa seharusnya mempertimbangkan dampak dari setiap keputusannya terhadap masyarakat desanya, termasuk dalam hal izin pembuatan film yang sensitif seperti ini. Sebaiknya dia lebih memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal dan tidak membiarkan karya-karya yang dapat menimbulkan perpecahan dan konflik dilegalkan. Diharapkan ke depan para pembuat film, khususnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan dan agama, dapat lebih memperhatikan nilai-nilai etika dan sensitivitas dalam menciptakan karyanya. Dan pemerintah setempat, baik itu kepala desa maupun pihak terkait lainnya, juga sebaiknya lebih proaktif dalam memantau dan mengontrol karya-karya seni yang dihasilkan di wilayahnya demi menjaga harmoni dan ketentraman masyarakat.