KPU DIY memastikan tidak ada pasangan calon wali kota atau bupati yang mendaftar melalui jalur perseorangan atau independen pada Pilkada 2024. Saya merasa prihatin dengan keputusan tersebut karena pembatasan terhadap calon independen bisa membatasi pluralisme dalam proses demokrasi. Partisipasi calon independen di pemilihan umum merupakan bentuk nyata dari demokrasi yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan kepada berbagai kalangan masyarakat untuk turut serta dalam pesta demokrasi. Dengan melarang calon independen, hal ini bisa saja mengurangi variasi ideologi dan pandangan politik yang diusung dalam kontestasi politik, sehingga masyarakat akan kehilangan pilihan yang lebih beragam. Selain itu, kehadiran calon independen juga bisa menjadi alternatif bagi masyarakat jika merasa tidak terwakili oleh kandidat dari partai politik yang ada. Calon independen dapat mewakili suara minoritas, memberikan pilihan yang lebih luas, serta membawa agenda-agenda yang mungkin tidak diperjuangkan oleh partai politik. Dengan menghilangkan calon independen, hal ini bisa menjadi hambatan bagi upaya untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat yang beragam. Tentu saja, ada juga argumen yang menyebutkan bahwa kontrol terhadap calon independen dilakukan untuk menghindari potensi kontestasi politik yang tidak sehat, seperti politik uang atau politik identitas yang divisive. Namun, seharusnya larangan tersebut tidak dilakukan secara generalisasi, tetapi harus dilakukan secara selektif dan teliti, dengan memperhatikan integritas dan kapabilitas calon independen yang akan mengikuti pemilihan umum. Saya berharap agar keputusan ini dapat dipertimbangkan kembali oleh pihak berwenang dan memperhatikan aspirasi masyarakat serta prinsip demokrasi yang seharusnya inklusif. Pemilihan umum yang bebas dan adil seharusnya memberikan ruang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan dukungan masyarakat untuk ikut serta dalam kontestasi politik tanpa harus terkait dengan partai politik tertentu.