Presiden Jokowi kemungkinan tidak diundang dalam Rapat Kerja Nasional atau Rakernas yang akan digelar PDIP pada 24-26 Mei 2024 pekan depan. Tanggapan saya terhadap berita tersebut adalah bahwa hal tersebut mungkin adalah sebuah keputusan internal dari PDIP sebagai partai politik. Meskipun Presiden Jokowi merupakan salah satu dari kader partai tersebut, tetapi keputusan untuk tidak mengundangnya ke Rakernas merupakan hak dari partai untuk menentukan agenda dan peserta yang diundang dalam acara tersebut. Pada satu sisi, keputusan ini bisa memberikan ruang bagi para kader PDIP untuk lebih aktif berpartisipasi dalam Rakernas dan memberikan kontribusi dalam pembahasan agenda partai ke depan. Dengan tidak adanya kehadiran Presiden Jokowi, hal ini juga bisa mengurangi dominasi suara atau opini dari seorang tokoh besar dalam partai dan memberikan kesempatan bagi suara-suara lain untuk didengar dan diperhatikan. Namun, di sisi lain, hal ini juga bisa menimbulkan spekulasi atau interpretasi negatif mengenai hubungan antara Presiden Jokowi dan PDIP. Keputusan untuk tidak mengundang Presiden Jokowi ke dalam sebuah acara partai politik bisa dianggap sebagai penolakan atau ketidakakraban antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, penting bagi PDIP dan Presiden Jokowi untuk terus menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik guna menjaga solidaritas dalam menjalankan agenda-agenda yang sama untuk kepentingan bangsa dan negara. Dalam konteks politik, terkadang keputusan-keputusan seperti ini memang tidak bisa dihindari dan merupakan bagian dari dinamika dalam sebuah partai politik. Keputusan PDIP untuk tidak mengundang Presiden Jokowi mungkin memiliki pertimbangan tertentu yang belum kita ketahui secara detail. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kedua belah pihak dapat tetap menjaga hubungan yang harmonis dan fokus pada upaya untuk memajukan Indonesia.