Ada 3 simbol yang menyatakan rasa amarah PDI-P itu, mulai dari obor abadi Mrapen hingga puisi 'Banteng yang Terluka'. Tanggapan saya terhadap berita tersebut adalah bahwa rakernas Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) yang diselimuti amarah adalah sesuatu yang memprihatinkan dan tidak seharusnya terjadi di internal partai politik. Amarah dan konflik internal dapat merusak soliditas dan kesatuan partai, yang seharusnya menjadi kekuatan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang baik di tingkat nasional. Terlebih lagi, prediksi bahwa PDI-P akan menjadi oposisi terhadap pemerintahan Prabowo Subianto menandakan bahwa hubungan antarpartai politik di Indonesia masih belum mencapai tingkat kematangan yang diharapkan. Sebagai partai politik yang memiliki kekuatan besar di parlemen, seharusnya PDI-P dapat berperan sebagai mitra pemerintahan yang konstruktif, bukan sebagai oposisi yang bertujuan untuk menggagalkan kebijakan pemerintah. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi politik di Indonesia masih dipenuhi dengan dinamika dan ketegangan antarpartai yang bisa mempengaruhi stabilitas politik negara. Sebagai masyarakat Indonesia yang cinta akan ketentraman dan keamanan, kita tentu berharap agar partai politik dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama demi kesejahteraan rakyat. Diperlukan sikap dewasa dan kepemimpinan yang tangguh dari para elite PDI-P untuk mengatasi konflik internal yang sedang terjadi dan menjaga soliditas partai. Sebagai partai yang memiliki sejarah panjang dan basis massa yang besar, PDI-P memiliki tanggung jawab besar untuk memainkan peran yang konstruktif dalam pembangunan politik Indonesia. Terlepas dari konflik internal yang muncul dalam rakernas PDI-P, penting bagi partai politik untuk tetap mengutamakan kepentingan bersama dan tujuan nasional di atas ego dan kepentingan individual. Hanya dengan kerja sama dan kebersamaan, Indonesia dapat mencapai kemajuan dan kesejahteraan yang kita semua harapkan.