Air mata Solihin (50) dan Aisah (44), orang tua Agum Gumilar (13) yang dibunuh temannya sendiri di Garut, tumpah. Saya merasa sangat prihatin dan terharu membaca berita mengenai kisah pilu Solihin, seorang warga Garut yang anaknya tewas dibunuh oleh temannya. Kejadian tragis seperti ini pastinya sangat mengguncang jiwa dan pikiran orang tua yang kehilangan anaknya. Solihin pasti harus merasakan beban pikiran dan kesedihan yang begitu berat setelah kehilangan anaknya dalam kondisi yang begitu tragis. Tidak bisa membayangkan betapa sulitnya bagi Solihin untuk bisa tidur selama 4 tahun sejak kejadian tersebut terjadi. Kehilangan seorang anak dalam kondisi kekerasan seperti ini tentu saja memberikan dampak psikologis yang sangat berat bagi keluarga yang ditinggalkan. Rasa trauma yang begitu mendalam pastinya sulit untuk hilang begitu saja, terlebih jika obat yang digunakan tidak mempan. Solihin pasti membutuhkan dukungan dan perhatian yang besar dari orang-orang terdekatnya dan mungkin juga dari tenaga profesional seperti psikolog atau konselor untuk membantunya mengatasi trauma dan kesedihan yang dialaminya. Hal ini sangat penting untuk proses penyembuhan dan pemulihan mental Solihin setelah mengalami kejadian tragis tersebut. Semoga keluarga Solihin dapat menemukan kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi cobaan yang begitu berat ini. Saya juga berharap agar kasus ini dapat diungkap dengan cepat dan para pelaku dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan tindakan kekerasan, apalagi jika targetnya adalah seorang anak yang tak berdaya. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih menghargai kehidupan dan menjaga hubungan baik dengan sesama.