PDI-P menggelar pertunjukan wayang dalam rangka Bulan Bung Karno. Lakon dalam wayangan tersebut adalah Pandu Swargo. Tanggapan saya terhadap berita tersebut adalah adanya kontroversi yang muncul karena pihak PDI-P, sebagai partai pemerintah, menggunakan pertunjukan wayang sebagai media untuk menyindir lawan politiknya, yang dalam cerita tersebut digambarkan sebagai "raja pembangkang yang kerap hina pendidiknya". Saya merasa bahwa sebagai partai yang seharusnya mengutamakan dialog dan kerjasama dalam membangun negara, menggunakan pertunjukan wayang yang seharusnya bernuansa hiburan untuk kepentingan politik dapat menimbulkan perpecahan dan pertentangan antar pihak. Selain itu, menggambarkan lawan politik sebagai "raja pembangkang yang kerap hina pendidiknya" juga dapat dianggap sebagai tindakan yang kurang menghormati lawan politik. Sebagai partai yang sedang berkuasa, seharusnya PDI-P lebih bijaksana dalam menggunakan media atau acara publik untuk menyampaikan pesan politiknya. Pendekatan yang lebih elegan dan beradab akan lebih dihargai oleh masyarakat. Selain itu, pertunjukan wayang sebagai bagian dari budaya tradisional Indonesia seharusnya dihargai dan dilestarikan sebagai warisan nenek moyang kita. Penggunaannya untuk kepentingan politik memunculkan kontroversi dan dapat merusak citra budaya wayang sebagai media hiburan yang mengandung nilai-nilai moral yang baik. Sebagai masyarakat, kita seharusnya lebih bijaksana dalam menilai dan menyikapi tindakan-tindakan yang dapat merugikan keberlangsungan budaya tradisional kita. Diharapkan kedepannya, pihak-pihak yang terlibat dalam kontroversi ini dapat belajar untuk lebih menghargai perbedaan pendapat dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tradisional Indonesia tanpa harus merendahkan lawan politik. Kita semua sebagai warga negara Indonesia seharusnya dapat bersatu dalam membangun negara ini tanpa harus terpecah belah karena perbedaan politik. Semoga hal seperti ini tidak terulang lagi di masa mendatang.