Mantan Direktur PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) periode 2019-2022 Gazali Arif dihukum 9 tahun 6 bulan penjara. Tanggapan saya terhadap berita tersebut adalah bahwa kasus korupsi di sektor perkebunan yang melibatkan mantan direktur perkebunan di Sumatera Utara sangatlah merugikan negara serta masyarakat. Tindakan korupsi tersebut tidak hanya merugikan pihak perusahaan, tetapi juga merugikan lingkungan serta hak-hak masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari pengelolaan perkebunan secara adil dan transparan. Vonis 9,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada mantan direktur perkebunan tersebut merupakan suatu bentuk keadilan yang harus ditegakkan dalam upaya memberantas korupsi. Hal ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para pejabat atau direksi perusahaan lainnya untuk selalu menjalankan tugas dengan penuh integritas serta bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang diambil, demi kepentingan bersama. Selain itu, kasus ini juga menunjukkan pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama di sektor perkebunan yang rentan terhadap praktik korupsi. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan menguatkan regulasi guna mencegah terjadinya tindakan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Dengan adanya putusan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi serta mendorong pihak-pihak terkait untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga korupsi dapat diminimalisir dan sumber daya alam dapat dikelola dengan baik demi kesejahteraan bersama. Secara keseluruhan, kejadian ini menunjukkan pentingnya etika dan integritas dalam menjalankan tugas, serta pentingnya hukuman yang tegas sebagai upaya pencegahan terhadap praktik korupsi yang merajalela. Semua pihak harus ikut berperan aktif dalam memberantas korupsi demi terciptanya tata kelola sumber daya alam yang baik dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas.