Anies tinggal memilih, apakah akan menjadi pragmatis, atau justru tetap berkomitmen pada visi perjuangannya untuk perubahan. Tanggapan saya terhadap berita ini adalah bahwa sebagai seorang Gubernur Jakarta, tentu saja Anies Baswedan memiliki hak untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi calon wakilnya dalam Pilkada Jakarta. Hal ini merupakan hak prerogatif seorang pemimpin untuk memilih orang yang dirasa paling cocok atau memiliki visi yang sejalan dengan program yang akan dijalankan selama kepemimpinan. Namun, jika ada prediksi bahwa Anies akan menolak duet dengan Kaesang, hal tersebut bisa disebabkan oleh pertimbangan politik atau persoalan lain yang mungkin tidak diketahui secara pasti oleh publik. Mungkin ada perbedaan pandangan atau strategi politik antara keduanya yang membuat Anies memilih untuk tidak berduet dengan Kaesang. Penting untuk diingat bahwa dalam dunia politik, pragmatisme seringkali menjadi faktor yang sangat memengaruhi keputusan para pemimpin. Jika Anies memang memilih untuk tidak berduet dengan Kaesang, bisa jadi karena ia merasa bahwa ada calon lain yang lebih bisa membantunya dalam memenangkan Pilkada Jakarta. Meskipun demikian, hal ini tentu saja tidak mengurangi hak Kaesang untuk berpartisipasi dalam Pilkada Jakarta jika memang ia memiliki niat dan dukungan yang cukup. Politik adalah dunia yang dinamis dan seringkali penuh dengan dinamika yang sulit diprediksi, oleh karena itu hal-hal seperti ini bisa terjadi dan menjadi bagian dari proses politik yang harus dihormati. Saya berharap bahwa apapun keputusan yang diambil oleh Anies atau Kaesang terkait Pilkada Jakarta, hal tersebut dapat membawa dampak positif bagi masyarakat Jakarta dan membantu dalam pembangunan dan kemajuan kota ini. Kepentingan masyarakat harus selalu menjadi yang utama dalam setiap keputusan politik yang diambil, dan semoga Pilkada Jakarta dapat berjalan dengan lancar dan demokratis tanpa adanya gesekan yang berlebihan.