Kepsek mengatakan M tak naik kelas murni karena persoalan absensi dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelaporan pungli yang dilaporkan ayahnya. Tanggapan saya terhadap berita tersebut adalah bahwa masalah ketidakhadiran seorang siswa sekolah tidak bisa dianggap sepele. Absen sebanyak 52 hari adalah jumlah yang sangat besar dan dapat mengganggu proses pembelajaran siswa tersebut. Namun, alasan absen yang diberikan oleh kepala sekolah bukanlah karena adanya laporan pungli, melainkan karena faktor ketidakhadiran. Tindakan kepala sekolah yang memutuskan untuk memindahkan siswa tersebut ke kelas lain juga bisa dimaklumi sebagai upaya untuk memberikan efek jera kepada siswa tentang pentingnya kehadiran di sekolah. Namun, harus diingat bahwa pembinaan dan pendampingan juga perlu dilakukan agar siswa tersebut bisa belajar dari kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Sebagai kepala sekolah, seharusnya lebih ditekankan pada pendekatan edukatif dan pembinaan sikap positif kepada siswa agar mereka dapat memahami pentingnya hadir di sekolah dan menghargai proses pembelajaran. Selain itu, perlu juga dilakukan komunikasi yang efektif antara sekolah, siswa, dan orang tua guna mengetahui alasan sebenarnya di balik ketidakhadiran siswa tersebut. Harapannya, kasus seperti ini dapat dijadikan pembelajaran bagi seluruh pihak terkait untuk lebih peduli terhadap masalah ketidakhadiran siswa di sekolah. Bukan hanya sekadar menindak, tetapi juga memberikan pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif agar siswa dapat belajar dari kesalahannya dan memperbaiki perilaku di masa depan. Semoga semakin banyak sekolah yang melihat pentingnya memberikan perhatian yang lebih kepada masalah kehadiran siswa agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik.