Rektor Unair Surabaya Prof M Nasih memberi komentar tentang gelar profesor yang ramai dibicarakan pasca-pernyataan Rektor UII Fathul Wahid. Menurut saya, sikap para rektor UII yang menolak dipanggil profesor sebenarnya adalah langkah yang patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih memilih untuk tetap rendah hati dan tidak merasa perlu dilabeli dengan gelar profesor, meskipun mereka memiliki jabatan yang tinggi dan prestasi akademik yang sangat baik. Sikap seperti ini seharusnya menjadi contoh bagi para pemimpin akademik lainnya untuk tetap rendah hati dan fokus pada pengabdian yang mereka lakukan. Namun, di sisi lain, pendapat Rektor Unair yang menyatakan bahwa gelar profesor harus dijaga kesakralannya juga memiliki landasan yang kuat. Gelar profesor seharusnya tidak diberikan dengan mudah, melainkan harus didasari oleh kriteria dan standar yang ketat, seperti produktivitas riset, kontribusi akademik, dan pengalaman mengajar yang luas. Memang, gelar profesor seharusnya dianggap sebagai sebuah penghargaan yang dihormati dan dijaga kesuciannya. Namun, hal ini juga tidak menutup kemungkinan bagi individu untuk menolak gelar tersebut atas dasar keyakinan pribadi dan integritas akademiknya. Yang terpenting adalah semangat untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi yang nyata bagi dunia akademik, tanpa harus terpengaruh oleh gelar atau pangkat. Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini seharusnya menjadi muatan reflektif bagi kita semua, bahwa penghargaan dan label bukanlah segalanya dalam menentukan nilai seseorang. Yang lebih penting adalah integritas, dedikasi, serta kontribusi nyata yang diberikan oleh seseorang untuk kemajuan institusi dan masyarakat secara keseluruhan. Semoga sikap rendah hati para rektor UII ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tetap rendah hati dan fokus pada pengabdian yang tulus.