Bahlil mengaku hanya bercanda mengenai 'Raja Jawa'. Dia tidak membeberkan siapa Raja Jawa yang dimaksud. Saya merasa bahwa pernyataan tersebut tidak pantas dilontarkan dengan nada ancaman. Seharusnya, sebagai seorang pejabat yang bertanggung jawab, baik Bahlil maupun siapa pun seharusnya tidak menggunakan bahasa ancaman atau kekerasan dalam menyampaikan pendapat. Sikap seperti ini hanya akan menimbulkan ketegangan dan merusak citra seorang pemimpin. Lebih baik jika Bahlil memberikan argumen yang lebih rasional dan berkesan untuk menyampaikan pertimbangan mengenai kebijakan yang dia yakini benar. Menyebutkan nama Raja Jawa dalam konteks ini seolah-olah memberikan kesan negatif yang tidak perlu. Selain itu, menyebutkan bahwa Raja Jawa bisa membuat seseorang celaka jika berani main-main juga seakan-akan memberikan pesan bahwa kekerasan atau ancaman adalah cara yang bisa diterima dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini sangat tidak etis dan tidak pantas dilakukan oleh seseorang yang berperan sebagai pemimpin. Sebagai masyarakat, kita seharusnya menuntut dari para pemimpin untuk bertindak dengan bijaksana dan mempertimbangkan dampak dari setiap pernyataan yang mereka sampaikan. Kita harus memilih pemimpin yang bisa memberikan contoh yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kedamaian dan persatuan, bukan justru menimbulkan konflik dan ketegangan di tengah masyarakat. Diharapkan ke depannya, setiap individu yang menjadi perwakilan dari pemerintah bisa mempertimbangkan dengan matang setiap kata yang mereka ucapkan. Keharmonisan dan kedamaian dalam berkomunikasi sangatlah penting, terutama di tengah situasi yang sedang sulit seperti saat ini. Semoga kejadian ini menjadi pembelajaran bagi kita semua tentang pentingnya menyampaikan pendapat dengan bijak dan penuh kebijaksanaan.