Loading...
Korban dipaksa bekerja mulai pukul 03.00 WIB hingga pukul 01.30 WIB saat praktik di RSUP Kariadi.
Saya sangat prihatin dengan keadaan yang dialami oleh Dokter ARL tersebut. Sebagai tenaga medis yang bertugas dalam penanganan kesehatan masyarakat, dokter seharusnya mendapatkan perlakuan yang layak dari pihak rumah sakit atau instansi kesehatan terkait. Dalam hal ini, dipaksa bekerja hampir 24 jam tanpa istirahat yang memadai jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dokter tersebut.
Keluarga Dokter ARL telah melakukan langkah yang tepat dengan mengadu kepada pihak terkait, seperti Universitas Diponegoro (Undip) yang merupakan institusi yang terkait dengan kasus ini. Namun, sangat disayangkan apabila aduan tersebut tidak digubris dengan serius oleh pihak Undip. Sebagai institusi pendidikan tinggi yang bersangkutan dengan bidang kesehatan, seharusnya Undip dapat memberikan dukungan dan perlindungan kepada dokter praktikannya.
Perjuangan dan pengorbanan dokter dalam menangani pasien, terutama dalam situasi pandemi seperti sekarang, tidak boleh diabaikan. Mereka adalah garda terdepan dalam melawan virus dan penyakit, sehingga mereka juga membutuhkan dukungan dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai tenaga kesehatan. Pemaksaan kerja hampir 24 jam tentu akan berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan kinerja dokter tersebut, yang pada akhirnya akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.
Saya berharap pihak terkait, baik rumah sakit maupun Undip, dapat segera menindaklanjuti aduan keluarga Dokter ARL ini dengan serius dan memberikan solusi yang tepat. Kesehatan dan kesejahteraan tenaga medis harus menjadi prioritas utama, agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional. Semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan kerja.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment