Titik Nol-Malioboro Masuk Sumbu Filosofi, Pengamen-Asongan Dilarang Aktivitas

6 November, 2024
7


Loading...
Fenomena pengamen online di Titik Nol Kilometer Jogja menuai perhatian. UPT Malioboro menegaskan semua aktivitas harus berizin, sanksi menanti pelanggar.
Berita mengenai 'Titik Nol-Malioboro Masuk Sumbu Filosofi, Pengamen-Asongan Dilarang Aktivitas' menunjukkan suatu langkah yang diambil oleh pemerintah daerah dalam upaya untuk menjaga dan mengelola kawasan Malioboro yang merupakan salah satu ikon pariwisata di Yogyakarta. Titik Nol di Malioboro tidak hanya sekadar lokasi fisik, tetapi juga sarat dengan simbolisme dan sejarah yang menjadi identitas masyarakat Yogyakarta. Dengan memasukkannya ke dalam Sumbu Filosofi, ada harapan untuk menciptakan pengalaman budaya yang lebih terkendali dan mendalam bagi pengunjung. Namun, pelarangan aktivitas pengamen dan pedagang asongan di kawasan tersebut patut menjadi bahan diskusi. Di satu sisi, untuk menjaga keindahan, ketertiban, dan kenyamanan kawasan wisata, tindakan tegas mungkin diperlukan. Pengamen dan pedagang asongan sering kali menjadi bagian integral dari pengalaman budaya bagi wisatawan. Mereka tidak hanya menyediakan hiburan dan akses kepada makanan atau barang lokal, tetapi juga menciptakan suasana yang hidup di tengah keramaian. Dengan pelarangan tersebut, ada kekhawatiran bahwa nuansa autentik yang menjadikan Malioboro istimewa akan hilang. Di sisi lain, penting untuk diakui bahwa pengelolaan yang lebih teratur dan terarah di kawasan wisata adalah sesuatu yang penting untuk meningkatkan kualitas pariwisata di Yogyakarta. Jika aktifitas pengamen dan pedagang asongan tidak dikelola dengan baik, bisa menjadi sumber masalah seperti kerumunan yang berlebihan, kebisingan, bahkan permasalahan sampah. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan yang lebih holistik, yang tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan solusi alternatif bagi mereka yang terdampak, seperti menyediakan tempat khusus untuk berjualan atau berperform. Sebagai alternatif, pemerintah bisa menggandeng pengamen dan pedagang asongan dalam perencanaan. Dengan mengajak mereka berdiskusi, mungkin ditemukan solusi yang saling menguntungkan, di mana budaya lokal tetap terjaga tetapi tetap dalam konteks yang lebih teratur dan harmonis. Program pemberdayaan ekonomi bagi pengamen dan pedagang asongan juga bisa jadi salah satu jalan keluar, sehingga mereka tetap mendapatkan penghasilan tanpa mengganggu tatanan yang ingin dibangun di pusat kota. Akhirnya, berita ini menyoroti tantangan yang dihadapi kota-kota besar dalam mengelola pariwisata. Keseimbangan antara mempertahankan identitas budaya tempat dan memenuhi kebutuhan pengunjung adalah pekerjaan yang tidak mudah. Penting untuk selalu melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan, agar solusi yang diterapkan mencerminkan keinginan dan kebutuhan semua pihak, serta tidak mengabaikan hak-hak mereka yang bergantung pada aktivitas di kawasan tersebut.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Tags

Comment