2 Oknum Perwira Polda Sulsel Dapat Jabatan Baru Usai Ikut Kampanye Paslon Bupati

12 November, 2024
5


Loading...
Sebelumnya, kedua oknum perwira itu sempat dicopot dari jabatan mereka dan dipindahkan ke Pelayanan Markas (Yanma) Polda Sulsel.
Berita mengenai dua oknum perwira Polda Sulsel yang mendapatkan jabatan baru setelah terlibat dalam kampanye pasangan calon bupati menyoroti aspek penting dalam etika publik dan profesionalisme di tubuh kepolisian. Keterlibatan anggota kepolisian dalam politik, apalagi dalam kampanye, sejatinya dapat menimbulkan sejumlah masalah, seperti persepsi keberpihakan, penurunan kepercayaan publik terhadap institusi, dan potensi pelanggaran kode etik yang ada. Kepolisian sebagai institusi yang diharapkan untuk menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, harus menjaga netralitas dan profesionalisme dalam setiap aspek tugasnya. Jika aparat penegak hukum turut berperan dalam politik praktis, maka integritas dan kredibilitas mereka bisa dipertanyakan. Keberadaan oknum yang terlibat dalam politik dapat menciptakan pandangan bahwa mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan dibandingkan dengan kepentingan masyarakat atau institusi. Dari sisi hukum, meskipun mungkin ada ruang bagi individu untuk berpartisipasi dalam politik, namun posisi yang dipegang oleh perwira kepolisian membuat setiap tindakan mereka menjadi sorotan. Ini penting karena tindakan tersebut bisa dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan sehingga justru bisa merugikan nama baik institusi kepolisian secara keseluruhan. Tindakan serupa yang dilakukan oleh oknum perwira seharusnya tidak hanya dilihat dari perspektif individual tetapi juga sebagai refleksi dari sistem pengawasan dan penegakan disiplin di lingkungan kepolisian. Jabatan baru yang diberikan kepada oknum perwira tersebut setelah keterlibatan mereka dalam kampanye juga bisa menyiratkan adanya pandangan bahwa tindakan tersebut dianggap dapat diterima atau bahkan mendapatkan legitimasi dalam sistem. Ini menjadi masalah ketika menghentikan siklus yang berpotensi merugikan institusi hukum dan mengganggu kewibawaan mereka di mata publik. Institusi harus menunjukkan ketegasan dengan memberikan sanksi atau tindakan yang sesuai bagi oknum yang melanggar ketentuan. Penting bagi kepolisian untuk menciptakan mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan transparan dalam kasus-kasus seperti ini, agar tidak terjadi kesan bahwa ada toleransi terhadap pelanggaran etika. Selain itu, pendidikan dan pembekalan mengenai netralitas dalam berpolitik bagi anggota kepolisian juga perlu ditingkatkan agar pemahaman tentang peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga kepercayaan publik tetap terjaga. Keterlibatan polisi dalam aktivitas politik harus diawasi dengan ketat agar tidak merusak citra dan integritas institusi. Kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian sebagai penegak hukum dan pelindung HAM harus dipertahankan, sehingga setiap tindakan yang dapat mengaburkan garis antara penegakan hukum dan politik harus dihindari. Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini juga mencerminkan perlunya reformasi dalam institusi kepolisian di Indonesia, termasuk dalam hal pengaturan kode etik, disiplin, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku anggotanya. Hanya dengan cara ini, kita dapat berharap untuk melihat kepolisian yang tidak hanya profesional, tetapi juga mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Comment