Loading...
Kemacetan tidak bisa menghasilkan produktivitas yang baik bagi kotanya itu sendiri dan akan banyak waktu dan tenaga terbuang sia-sia
Tentu, isu kemacetan di Jakarta memang menjadi perhatian utama banyak pihak, termasuk arsitek terkenal dari Jepang yang telah menerima penghargaan Pritzker Architecture Prize. Dalam pandangan saya, kemacetan di Jakarta adalah hasil dari berbagai faktor yang saling terkait, termasuk pertumbuhan urban yang pesat, kurangnya infrastruktur transportasi publik yang memadai, dan tingginya angka penggunaan kendaraan pribadi. Ketika seorang arsitek berpengalaman menyatakan bahwa kemacetan tersebut 'sangat keterlaluan', hal ini menunjukkan bahwa ia merasakan dampak buruk dari situasi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pernyataan tersebut adalah pentingnya solusi desain yang inklusif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini. Para arsitek, perencana kota, dan pengambil kebijakan harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi umum. Misalnya, pengembangan sistem transportasi umum seperti MRT dan LRT adalah langkah yang positif, namun perlu ada integrasi yang lebih baik antara moda transportasi ini dengan area-area pemukiman dan pusat bisnis.
Kemacetan juga berdampak pada kualitas hidup masyarakat. Selain meninggalkan bekas emosional pada pengendara yang terjebak dalam kemacetan, hal ini juga memengaruhi efisiensi ekonomi. Waktu yang terbuang dalam perjalanan dapat berakibat pada produktivitas yang lebih rendah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mendengar pandangan dari para ahli, seperti arsitek yang paham tentang perancangan kota, guna merancang strategi yang lebih efektif.
Selain itu, edukasi masyarakat tentang penggunaan transportasi yang lebih berkelanjutan juga harus dilakukan. Masyarakat perlu didorong untuk beralih dari mobil pribadi menuju transportasi umum, sepeda, atau berjalan kaki. Ini adalah bagian dari perubahan budaya yang harus dilakukan secara bertahap, tetapi sangat mungkin dilakukan jika didukung oleh kebijakan dan infrastruktur yang tepat.
Terakhir, dalam konteks global, banyak kota di dunia juga menghadapi masalah kemacetan yang serupa, namun mereka berhasil menemukan solusi yang kreatif dan efektif. Berbagi pengalaman dari kota-kota tersebut dan menerapkan praktik terbaik dalam desain tata ruang dan transportasi dapat menjadi bagian dari solusi untuk Jakarta. Kerjasama internasional dan kompetisi desain dapat mendorong inovasi yang lebih besar dalam menghadapi tantangan kemacetan ini.
Secara keseluruhan, tanggapan tersebut seharusnya menjadi panggilan untuk bertindak. Kemacetan di Jakarta bukan hanya masalah infrastruktur; ini adalah masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang membutuhkan perhatian dan solusi holistik dari berbagai pihak.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment