Loading...
Oknum ASN berinisial MRP menjadi tersangka kasus pungli di Lapas Cebongan Sleman, mengumpulkan uang hingga Rp 730 juta dari narapidana.
Berita tentang pungutan liar (pungli) di Lapas Cebongan yang melibatkan penarikan uang kamar khusus sebesar Rp 50 juta merupakan sebuah isu yang sangat serius dan mencerminkan adanya masalah mendalam dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia. Kasus ini tidak hanya terfokus pada tindakan individu, tetapi juga mengungkap berbagai kelemahan struktural dan etika yang terjadi di lembaga pemasyarakatan.
Pertama-tama, pungli di lembaga pemasyarakatan menandakan bahwa ada kesenjangan antara regulasi yang ada dengan praktik di lapangan. Meski pemerintah telah berusaha untuk memberantas pungli dengan berbagai macam kebijakan, kenyataannya seringkali masih ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi. Dalam konteks Lapas, hal ini bisa menciptakan ketidakadilan bagi tahanan dan menimbulkan diskriminasi antara mereka yang mampu membayar dan yang tidak.
Selanjutnya, kasus ini juga menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan lembaga pemasyarakatan. Tanpa adanya pengawasan yang ketat, potensi untuk terjadinya tindakan korupsi dan pungli menjadi semakin besar. Oleh karena itu, perlu adanya sistem pengawasan yang ketat, baik dari pihak internal lembaga maupun eksternal seperti Ombudsman atau LSM yang berfokus pada isu hak asasi manusia. Transparansi dalam penggunaan dana dan pelayanan kepada narapidana sangat crucial untuk mencegah praktik pungli.
Lebih jauh, tindakan pungli ini dapat mempengaruhi rehabilitasi narapidana. Jika mereka merasa bahwa keadilan di dalam lembaga pemasyarakatan tidak ditegakkan, hal ini dapat menyebabkan rasa frustrasi dan kehilangan kepercayaan pada sistem hukum. Rehabilitasi yang efektif seharusnya tidak hanya fokus pada perubahan sikap narapidana, tetapi juga pada pembentukan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang dipenuhi dengan praktek korupsi dan pungli justru akan menghalangi upaya tersebut.
Penting juga untuk menyoroti dampak sosial dari pungli ini. Dalam jangka panjang, praktik ini dapat memperkuat stigma negatif terhadap narapidana, yang pada gilirannya berdampak pada reintegrasi mereka ke masyarakat setelah menjalani hukuman. Jika individu yang telah menjalani hukuman merasa didiskriminasi dan tidak mendapatkan kesempatan yang adil, maka itu bisa memicu masalah sosial seperti kriminalitas yang berulang.
Akhirnya, penanganan kasus pungli di lembaga pemasyarakatan seperti di Lapas Cebongan ini harus melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga penegak hukum, masyarakat sipil, dan para ahli dalam sistem pemasyarakatan. Dengan pendekatan yang holistik dan terintegrasi, diharapkan masalah ini bisa diatasi secara efektif dan mencegah terulangnya di masa yang akan datang. Keadilan dan integritas dalam sistem pemasyarakatan bukan hanya penting untuk narapidana, tetapi juga untuk kesehatan sosial masyarakat secara keseluruhan.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment