Loading...
SETIAP muslim hafal di luar kepala hadis Nabi saw tentang kewajiban melawan perbuatan munkar jika terjadi di hadapannya
Berita berjudul 'Nahi Munkar dalam Pilkada' menyoroti pentingnya prinsip moral dan etika dalam proses pemilihan umum, khususnya pemilihan kepala daerah. Konsep 'nahi munkar', yang berasal dari ajaran Islam, secara harfiah berarti mencegah kemunkaran atau keburukan. Dalam konteks Pilkada, hal ini bisa diartikan sebagai upaya untuk memastikan bahwa proses politik berlangsung dengan cara yang bersih, transparan, dan adil. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut, diharapkan dapat terbentuk pemimpin yang tidak hanya memiliki kompetensi dan kapabilitas, tetapi juga integritas.
Dalam praktiknya, penerapan 'nahi munkar' dalam Pilkada sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat. Masyarakat diharapkan proaktif dalam mengawasi jalannya proses pemilu, mulai dari penerimaan calon, kampanye, hingga pemungutan suara. Kesadaran kolektif untuk menolak praktik-praktik korupsi, politik uang, dan bentuk penyimpangan lainnya menjadi sangat penting. Melalui pendidikan pemilih dan sosialisasi nilai-nilai demokrasi yang baik, masyarakat dapat lebih kritis dan selektif dalam menentukan pilihan mereka.
Namun, penerapan prinsip ini juga tidaklah mudah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, seperti budaya politik yang telah ada, tekanan dari calon pemimpin, dan berbagai kepentingan lainnya. Seringkali, masyarakat merasa terpaksa untuk memilih kandidat tertentu akibat janji-janji yang ditawarkan, meskipun mereka mengetahui adanya praktik buruk yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih serius dari kalangan pemerintah dan lembaga terkait untuk menciptakan sistem yang mendorong clean governance dan accountability.
Selanjutnya, dalam menghadapi tantangan ini, kampanye pendidikan politik menjadi sangat penting. Baik pemerintah, LSM, maupun media massa harus berkolaborasi untuk menyampaikan informasi yang relevan dan mendidik masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan integritas, bukan pamrih sesaat. Selain itu, partisipasi aktif generasi muda dalam politik harus didorong, sehingga nilai-nilai 'nahi munkar' dapat terus dipertahankan dan diperkuat dalam setiap siklus pemilu.
Akhirnya, penting bagi kita untuk selalu mengingat bahwa Pilkada bukan hanya sekadar ajang untuk memilih pemimpin. Ini adalah momentum bagi masyarakat untuk menunjukkan aspirasi, harapan, dan suara mereka dalam memajukan daerah. Oleh karena itu, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk terlibat aktif dalam memastikan pemilihan yang bersih dan fair, serta mendorong implementasi nilai-nilai moral yang dapat mengarah pada perbaikan di masa mendatang. Dengan demikian, 'nahi munkar' dalam Pilkada bukan hanya kata kunci, tetapi menjadi bagian dari praktik nyata dalam kehidupan berpolitik di Indonesia.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment