Loading...
Wapres Gibran Rakabumng Raka minta agar sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dihapus
Berita tentang permintaan Wakil Presiden untuk menghapus sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi tentu mengundang beragam tanggapan, terutama dari kalangan pendidik dan pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pendidikan di Indonesia. Kritikan dari perhimpunan guru yang menyebut langkah tersebut sebagai tergesa-gesa patut dicermati. Dalam hal ini, penting untuk mengevaluasi secara seksama apakah penghapusan ini benar-benar memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan atau justru membawa masalah baru.
Sistem zonasi telah diperkenalkan dengan tujuan untuk memberikan pemerataan akses pendidikan, sehingga siswa bisa mendapatkan pendidikan yang berkualitas lebih merata di seluruh wilayah. Namun, ada argumen bahwa sistem ini juga memiliki kelemahan, seperti membatasi pilihan sekolah bagi siswa yang mungkin memiliki potensi atau kebutuhan tertentu yang tidak terpenuhi hanya dalam lingkungan zonanya. Dalam konteks ini, penghapusan sistem zonasi menjadi isu yang kompleks dan sensitif, karena harus ditangani dengan teliti agar tidak merugikan siswa, orang tua, dan juga guru.
Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah kekosongan sistem atau kebijakan pengganti yang akan diimplementasikan setelah penghapusan. Jika tidak ada alternatif yang jelas dan sistematis, maka bisa terjadi kekacauan dalam proses penerimaan siswa baru, yang justru akan merugikan peserta didik. Oleh karena itu, perlu ada kajian mendalam tentang bagaimana sistem pengganti ini akan berfungsi. Apakah akan ada sistem berbasis prestasi, afiliasi, atau mungkin kombinasi keduanya? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab sebelum melakukan perubahan.
Dalam perdebatan mengenai sistem PPDB, penting juga untuk melibatkan suara orang tua dan siswa. Mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak dari kebijakan yang diterapkan. Wawancara atau diskusi terbuka dengan mereka bisa membantu memahami kebutuhan dan harapan masyarakat terkait pendidikan. Dengan melibatkan berbagai pihak, kebijakan yang diambil diharapkan dapat lebih inklusif dan tepat sasaran.
Selanjutnya, guru sebagai garda depan pendidikan juga memiliki peran penting dalam evaluasi sistem pendidikan. Jika mereka merasa bahwa penghapusan zonasi akan membawa dampak negatif, maka suara mereka harus didengar dan diakomodasi. Terlebih lagi, kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas pengajaran yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, kesejahteraan dan kepuasan guru juga harus menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan ke depan.
Terakhir, kita harus menyadari bahwa perubahan dalam sistem pendidikan tidak bisa dilakukan secara instan. Butuh waktu, sosialisasi, serta pengujian dan evaluasi berkelanjutan untuk mendapati sistem yang ideal. Oleh karena itu, jika sistem zonasi memang akan dihapus, maka alangkah baiknya jika dilakukan dengan pendekatan yang hati-hati dan melibatkan semua stakeholder terkait. Hanya dengan cara ini kita bisa mengharapkan peningkatan kualitas pendidikan yang berkelanjutan di Indonesia.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment