Barisan kiai sepuh, kiai muda, gus, da'i atau mubaligh Kota Semarang telah menyatakan dukungan terhadap pasangan Yoyok-Joss Berita mengenai Joko Santoso yang dinilai memiliki peran dalam mengembangkan Nahdlatul Ulama (NU) di Semarang Utara memberikan gambaran yang positif mengenai kontribusi individu dalam konteks sosial dan keagamaan. Dalam situasi di mana banyak tokoh dan organisasi dihadapkan pada tantangan sosial yang kompleks, keberadaan pemimpin yang dapat membawa perubahan positif seperti Joko Santoso menjadi sangat relevan. NU sebagai organisasi yang memiliki pengaruh besar, terutama di Indonesia, tentunya membutuhkan individu yang tidak hanya memiliki visi yang jelas, tetapi juga kemampuan untuk mengimplementasikannya dalam masyarakat. Peran Joko Santoso dalam pengembangan NU di Semarang Utara bisa dilihat dari berbagai aspek. Pertama, dalam konteks pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, kontribusi beliau dapat membantu mencetak generasi muda yang tidak hanya paham akan nilai-nilai agama, tetapi juga memiliki keterampilan yang relevan dengan zaman. Jika NU dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat modern dan memanfaatkan teknologi informasi, maka keberadaan NU di tengah masyarakat tidak hanya akan relevan, tetapi juga akan semakin kuat. Selain itu, inisiatif-inisiatif positif yang dilakukan oleh Joko Santoso bisa menjadi contoh bagi pemimpin lainnya dalam komunitas NU di daerah lain. Ketika seorang tokoh mampu menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, menjaga komunikasi yang terbuka, serta mendengarkan aspirasi warga, maka kepercayaan publik terhadap organisasi akan meningkat. Kepercayaan ini sangat penting dalam membangun solidaritas dan kekuatan sosial dalam menghadapi berbagai tantangan, baik itu dari dalam maupun luar komunitas. Dalam konteks sosial politik, kehadiran Joko Santoso dalam mengembangkan NU juga memiliki implikasi yang lebih luas. Sebagai salah satu organisasi besar di Indonesia, NU sering kali terlibat dalam berbagai isu-isu publik. Maka, kemampuan beliau dalam mengorganisir dan menggerakkan massa untuk berperan aktif dalam isu-isu sosial, kemanusiaan, dan kebangsaan menjadi kunci dalam memberikan suara kepada kelompok masyarakat yang sering kali tidak terdengar. Ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial yang sering diusung oleh NU. Namun, tantangan tetap ada. Menghadapi perbedaan pandangan di antara anggota NU itu sendiri dan antara masyarakat yang lebih luas menjadi salah satu tugas yang tidak bisa diabaikan. Untuk itu, komunikasi yang baik dan pendekatan yang inklusif sangat penting agar perbedaan tersebut dapat dikelola dengan baik. Tanpa adanya manajemen yang tepat, risiko konflik dan ketidakpuasan di kalangan anggota NU bisa saja muncul. Dengan demikian, potensi yang dimiliki Joko Santoso untuk mengembangkan NU di Semarang Utara ini sepertinya sangat menjanjikan. Jika langkah-langkah yang diambilnya mampu menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat dan memperkuat kerjasama di antara warga NU, hasilnya dapat menjadi fondasi yang kuat untuk gerakan sosial ke depan. Harapannya adalah agar ini tidak hanya menjadi pencapaian individual, tetapi juga dapat memotivasi tokoh-tokoh lain untuk berkontribusi dalam mengembangkan organisasi ini secara lebih luas di seluruh pelosok Indonesia.