Loading...
Diketahui Aning melakukan penghilangan nyawa dengan sengaja terhadap bocah perempuan yang juga merupakan keponakannya.
Berita mengenai ketidakpuasan aktivis Gerakan Perempuan di Sulawesi Utara (Sulut) terhadap vonis hukuman mati untuk Aning mencerminkan kompleksitas dalam sistem peradilan dan isu keadilan sosial. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan saat membahas vonis tersebut, termasuk konteks sosial, latar belakang pelaku, dan dampak hukuman mati itu sendiri. Aktivis perempuan sering kali berjuang untuk kesetaraan dan keadilan, dan posisi mereka dalam hal ini mencerminkan kepedulian yang lebih luas tentang hak asasi manusia.
Salah satu alasan mengapa aktivis tidak setuju dengan hukuman mati adalah karena hukuman tersebut dianggap tidak manusiawi dan tidak memfasilitasi rehabilitasi. Dalam konteks perempuan, isu-isu seperti kekerasan berbasis gender dan diskriminasi sering kali menyebabkan mereka melakukan tindakan di luar batas. Dengan mempertimbangkan latar belakang Aning, mungkin ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan dan tindakannya. Oleh karena itu, banyak yang berpendapat bahwa pendekatan restorative justice akan lebih efektif dalam menangani pelanggaran hukum, terutama yang melibatkan perempuan.
Di sisi lain, ada pula argumen bahwa hukuman mati dapat menjadi deterent bagi kejahatan yang lebih besar. Namun, banyak penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak selalu mengurangi tingkat kejahatan. Sebaliknya, fokus pada pendidikan, pencegahan, dan intervensi awal dapat mengurangi kejahatan secara lebih efektif. Aktivis perempuan di Sulut menunjukkan bahwa mereka lebih memilih pendekatan yang berfokus pada reformasi dan perlindungan hak daripada hukuman ekstrem seperti hukuman mati.
Lebih jauh lagi, keputusan untuk memberikan hukuman mati dapat menciptakan stigma lebih lanjut bagi perempuan dalam sistem peradilan. Ketidakpuasan ini juga menunjukan bahwa ada kebutuhan yang mendesak untuk reformasi hukum yang lebih inklusif dan berkeadilan gender. Pemahaman tentang kondisi sosial ekonomi, pendidikan, dan pengalaman trauma sangat penting dalam penegakan hukum yang adil, terutama untuk kelompok yang marginal.
Secara keseluruhan, tanggapan aktivis Gerakan Perempuan Bali menggambarkan tuntutan untuk keadilan yang lebih manusiawi dan inklusif. Mereka menyerukan sistem peradilan yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memahami dan mengedepankan rehabilitasi. Ini adalah momen penting untuk refleksi dan dialog tentang bagaimana hukum bisa lebih memperhatikan konteks sosial dan tetap memberikan keadilan bagi semua pihak. Dialog ini perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan institusi hukum untuk bersama-sama mencari solusi yang tepat.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment