Loading...
Berikut cuplikan penerapan sistem zonasi PPDB dari masa ke masa yang dimulai Mendikbud di era Jokowi hingga akhirnya diminta Wapres Gibran untuk dihapus.
Berita berjudul "Perjalanan PPDB Zonasi: Dimulai Era Jokowi hingga Minta Dihapus Gibran" mencerminkan dinamika dan perkembangan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi di Indonesia, yang telah menjadi topik diskusi yang hangat sejak diperkenalkan. Sistem ini diperkenalkan dengan tujuan untuk meningkatkan pemerataan akses pendidikan, terutama bagi daerah perkotaan yang padat. Namun, selama bertahun-tahun, kebijakan ini mendapatkan berbagai tanggapan dan kritik dari berbagai pihak, termasuk orang tua siswa dan pemerintah daerah.
Salah satu aspek yang patut dicermati adalah tujuan dari implementasi zonasi. Awalnya, pemerintah berharap sistem ini dapat mengurangi kesenjangan dalam pendidikan dan memastikan siswa diterima di sekolah yang dekat dengan domisili mereka. Namun, dalam prakteknya, terdapat banyak tantangan. Beberapa orang tua merasa bahwa zonasi justru membatasi pilihan sekolah yang berkualitas untuk anak-anak mereka. Hal ini menciptakan kecemasan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama yang tinggal di zona dengan kualitas sekolah yang dianggap rendah.
Pernyataan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo yang juga anak Presiden Jokowi, yang meminta sistem zonasi dihapus menjadi salah satu titik perhatian dalam berita ini. Ini mencerminkan suara dari pemerintahan daerah yang merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. Gibran mungkin merasakan bahwa meskipun niat awal dari sistem zonasi baik, namun realitas di lapangan menunjukkan adanya kekurangan yang harus segera ditangani. Perubahan kebijakan pendidikan, terutama yang melibatkan penerimaan siswa, tentunya harus dilakukan dengan pertimbangan yang matang agar tidak merugikan siswa dan orang tua.
Kritik terhadap sistem zonasi juga mencakup masalah transparansi dalam proses penerimaan siswa. Banyak orang tua merasa bahwa informasi mengenai kriteria dan prosedur penerimaan tidak disampaikan dengan jelas. Ketidakjelasan ini membuat orang tua merasa cemas dan bingung, terutama ketika anak mereka tidak diterima di sekolah yang diharapkan. Keterbukaan dalam proses ini adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan.
Di sisi lain, penting juga untuk mencermati bagaimana sistem zonasi ini berimplikasi pada kualitas pendidikan. Jika pendidikan di zona tertentu dianggap kurang berkualitas, maka siswa dari zona tersebut mungkin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, alih-alih menghapuskan sistem zonasi, mungkin perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kebijakan ini dan bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan di setiap zona.
Akhirnya, diskusi mengenai PPDB zonasi harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat. Kolaborasi ini penting untuk mencapai solusi yang seimbang, di mana akses pendidikan tetap merata, tetapi juga memberikan anak-anak kesempatan untuk bersekolah di lembaga yang berkualitas. Siapapun yang memimpin kebijakan pendidikan di Indonesia, tantangan untuk memastikan bahwa semua anak mendapatkan pendidikan yang baik harus tetap menjadi prioritas utamanya. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia dapat berkembang secara berkesinambungan, beradaptasi dengan kebutuhan zaman, dan memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love
Care
Haha
Wow
Sad
Angry
Comment