Sementara itu, ada 37 desa di Kabupaten Ende masuk dalam wilayah dengan kategori blank spot atau tidak memiliki jaringan internet. Saya merasa prihatin mendengar berita tersebut karena akses internet saat ini menjadi kebutuhan yang sangat penting, terutama dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Tanpa akses internet, penyelenggaraan Pilkada di 37 desa di Ende, Nusa Tenggara Timur akan terhambat. Hal ini dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Saya setuju dengan langkah Bawaslu yang meminta KPU untuk berkoordinasi dengan Pemda guna menangani masalah ini. Koordinasi antara lembaga terkait sangat diperlukan agar solusi yang cepat dan tepat dapat ditemukan. Pemda juga perlu turut andil dalam memastikan bahwa akses internet dapat tersedia di seluruh wilayah, termasuk di desa-desa yang belum terjangkau. Selain itu, pemerintah pusat juga perlu memberikan perhatian lebih terhadap akses internet di daerah terpencil seperti ini. Keterbatasan infrastruktur dan jaringan internet harus segera diatasi agar semua elemen masyarakat bisa mendapatkan akses yang sama terhadap informasi dan teknologi. Dengan demikian, proses demokrasi di tingkat lokal pun dapat berjalan dengan lancar dan transparan. Selain memberikan akses internet, pendidikan mengenai penggunaan teknologi juga perlu ditingkatkan di daerah-daerah terpencil. Hal ini akan membantu masyarakat untuk lebih memahami pentingnya akses internet dan cara menggunakan teknologi secara efektif. Dengan demikian, diharapkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi juga akan meningkat. Sebagai warga negara, kita juga dapat turut berperan dengan memberikan dukungan dan partisipasi dalam upaya peningkatan akses internet di daerah terpencil. Kita dapat menggalang dukungan dari pihak terkait, baik pemerintah maupun swasta, untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Dengan bersatu padu, saya yakin masalah akses internet di 37 desa di Ende, NTT dapat segera teratasi dan proses demokrasi dapat berjalan dengan lancar.