Sepulang dari merantau, mbah Siyem kaget mengetahui tanah warisan bapaknya beralih jadi aset desa. Bahkan sudah berdiri SD dan kolam renang di atasnya Berita tentang Mbah Siyem dan saudaranya yang merasa sedih karena tanah warisan mereka yang berukuran 1,7 hektar berubah menjadi aset desa di Grobogan memang sangat mengecewakan. Keputusan tersebut pastinya menimbulkan rasa kehilangan dan kebingungan bagi mereka yang sudah menggantungkan hidup dari tanah tersebut selama bertahun-tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kasus perubahan status tanah warisan menjadi aset desa bukanlah hal yang jarang terjadi di Indonesia, dan seringkali menimbulkan permasalahan yang kompleks. Kasus seperti ini menunjukkan adanya kekurangtransparan dalam pengelolaan tanah dan aset di tingkat desa yang berpotensi merugikan pihak-pihak yang memiliki hak atas tanah tersebut. Mbah Siyem dan saudaranya patut mendapat empati dan keadilan dalam kasus ini. Mereka seharusnya diberikan penjelasan yang jelas mengenai keputusan perubahan status tanah warisan mereka menjadi aset desa, dan mendapatkan kompensasi yang layak atas kerugian yang telah mereka alami. Pemerintah setempat perlu turut serta menyelesaikan konflik ini secara adil dan transparan agar tidak menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Perlu adanya kebijakan yang lebih baik dalam pengelolaan aset desa untuk menghindari terjadinya kasus serupa di masa depan. Transparansi dalam pengelolaan aset desa, pengakuan hak atas tanah, serta perlindungan terhadap hak milik masyarakat harus diutamakan agar keadilan dan keberlanjutan dapat tercapai. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan instansi terkait untuk meningkatkan tata kelola aset desa yang lebih baik dan melindungi hak-hak masyarakat secara lebih baik.