KS (17) mengaku sering sakit kepada ayahnya Syafrin (55) sehingga tega membunuh orangtuanya itu. Berita mengenai remaja putri di Jakarta Timur yang tega bunuh ayahnya sangat memilukan dan mengejutkan. Motif dari tindakan tersebut, yaitu korban mengaku sakit hati karena disebut sebagai anak haram, memunculkan kesadaran akan pentingnya pengendalian emosi dan komunikasi yang baik dalam sebuah keluarga. Tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan tindakan pembunuhan, sebesar apapun masalah yang dihadapi. Sebagai masyarakat, kita harus mengambil pelajaran dari kejadian ini bahwa kekerasan dalam keluarga bisa berdampak sangat buruk dan merusak hubungan antara anggota keluarga. Pentingnya komunikasi yang terbuka dan pengendalian emosi adalah kunci untuk memastikan keharmonisan dalam keluarga. Jika ada masalah, sebaiknya diselesaikan dengan cara-cara yang damai dan tidak melanggar hukum. Selain itu, penting juga untuk memberikan pendidikan mengenai pentingnya menghormati serta mencintai anggota keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kasus ini juga seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap kondisi mental remaja dan memberikan dukungan serta perhatian yang lebih terhadap mereka. Tindakan remaja putri tersebut juga harus menjadi bahan introspeksi bagi setiap individu dalam memastikan hubungan keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Kita harus belajar dari kejadian ini untuk tidak mengucilkan atau menyakiti perasaan anggota keluarga lainnya, karena dampaknya bisa sangat buruk dan tragis. Pengadilan dan hukum seharusnya memberikan keadilan yang setimpal untuk remaja putri tersebut, sambil memberikan kesempatan baginya untuk memperbaiki kesalahannya. Semoga kejadian ini juga bisa mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga hubungan keluarga dengan baik dan penuh kasih sayang.