Kasus Pengasuh pondok pesantren (ponpes) yang menikahi anak orang tanpa sepengetahuan orangtuanya viral di media sosial, begini fakta-faktanya. Berita mengenai fakta-fakta pengurus Pondok Pesantren di Lumajang yang telah menikahi seorang ABG berusia 16 tahun tanpa izin orang tua dan dengan iming-iming uang sebesar Rp 300 ribu adalah hal yang sangat memprihatinkan. Tindakan tersebut jelas melanggar hukum dan norma agama serta etika yang seharusnya diterapkan dalam suatu lingkungan pendidikan. Pengurus Pondok Pesantren seharusnya menjadi contoh teladan bagi para santri, namun justru melakukan hal yang sangat tidak etis dengan menikahi gadis di bawah umur tanpa izin orang tua. Tindakan ini juga semakin merugikan karena dilakukan dengan iming-iming uang, yang menunjukkan bahwa mereka tidak memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan gadis tersebut, namun hanya melihatnya sebagai objek untuk keuntungan pribadi. Kasus ini juga menunjukkan bahwa perlindungan terhadap anak-anak dan remaja di Indonesia masih belum optimal. Perlindungan hukum dan sosial terhadap anak-anak harus ditingkatkan, agar kasus-kasus pelecehan dan pernikahan anak di bawah umur dapat diminimalisir. Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya pernikahan anak di bawah umur juga perlu ditingkatkan, sehingga kesadaran akan pentingnya menjaga hak-hak anak menjadi lebih tinggi. Sebagai masyarakat, kita harus bersikap tegas terhadap kasus-kasus pelecehan anak dan pernikahan anak di bawah umur. Kita harus mendukung upaya pemerintah dan lembaga terkait dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak dan remaja, serta memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku tindakan yang merugikan anak-anak. Kita juga perlu terus melakukan sosialisasi tentang pentingnya hak-hak anak dan bagaimana cara melindungi mereka dari berbagai bentuk eksploitasi dan pelecehan.