Loading...
Perluasan jabatan sipil bagi perwira TNI aktif berpotensi mengancam supremasi sipil, menggerus profesionalisme, dan independensi TNI
Berita mengenai revisi UU TNI yang dilakukan tanpa partisipasi publik mencerminkan adanya kecemasan yang mendalam mengenai arah kebijakan militer dan demokrasi di Indonesia. Organisasi seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Bondowoso, yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap proses legislasi ini, menunjukkan betapa pentingnya suara civil society dalam setiap perubahan yang berimplikasi pada kehidupan masyarakat. Keterlibatan publik dalam proses legislasi adalah salah satu pilar demokrasi yang sehat, di mana masyarakat dapat mengawasi dan memberikan masukan terhadap kebijakan yang dapat mempengaruhi hak dan privasi mereka.
Revisi UU TNI yang dianggap mengarah kepada dwifungsi militer merupakan sebuah sinyal yang mengkhawatirkan. Dwifungsi militer merupakan konsep yang pernah berlaku di era Orde Baru, di mana militer tidak hanya berperan dalam pertahanan negara, tetapi juga mengintervensi bidang-bidang politik dan sosial. Kembalinya catatan sejarah ini menjadi momok yang mengancam integritas demokrasi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memastikan transparansi dalam pembuatan kebijakan serta perlunya kontrol masyarakat terhadap kekuasaan militer.
Di era reformasi, masyarakat seharusnya sudah belajar dari sejarah dan tantangan yang dialami akibat campur tangan militer dalam politik. Ketidakberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam revisi ini bisa dianggap sebagai pengingkaran terhadap prinsip-prinsip reformasi yang selama ini diperjuangkan. Rasa cemas yang dirasakan oleh PMII dan kelompok lainnya mencerminkan realitas bahwa demokrasi yang telah dibangun selama ini masih sangat rapuh, dan perlunya ada perhatian serius terhadap proses legislatif yang inklusif.
Secara lebih luas, adanya revisi UU TNI yang tidak melibatkan partisipasi publik dapat memicu munculnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Ketika masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak dihargai, hal ini bisa berujung pada apati atau bahkan protes yang lebih besar. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk membuka ruang dialog dan memastikan bahwa segala kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan segelintir kelompok, tetapi juga mencerminkan aspirasi dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks kebijakan pertahanan dan keamanan, keterlibatan masyarakat sipil adalah hal yang esensial. Masyarakat berhak untuk mengetahui bagaimana kebijakan tersebut akan mempengaruhi mereka secara langsung, dan mereka berhak untuk memberi masukan terhadap kebijakan yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi segmen-segmen tertentu di masyarakat. Oleh karena itu, publikasi yang transparan serta mekanisme pengawasan dari masyarakat akan menciptakan iklim kepercayaan yang lebih baik antara pemerintah dan rakyat.
Tanggapan dari berbagai organisasi masyarakat sipil, termasuk PMII, seharusnya menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan. Mengabaikan suara masyarakat dalam proses legislasi berisiko besar, dan bisa mengakibatkan reaksi negatif yang lebih luas. Sebagai negara demokratis, Indonesia seharusnya menempatkan partisipasi publik sebagai salah satu fondasi dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sensitif seperti militer dan keamanan.
Secara keseluruhan, berita ini menegaskan pentingnya peran serta masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan menyoroti perlunya pemerintahan untuk mendengarkan dan merespons aspirasi rakyat untuk mencegah kekhawatiran yang tidak perlu serta menjaga stabilitas demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment