Loading...
Demonstrasi ini lahir dari keresahan dan kekhawatiran akan kembalinya era Orde Baru setelah RUU TNI disahkan melalui rapat paripurna DPR.
Berita mengenai aksi demonstrasi yang menolak RUU TNI yang berujung ricuh di DPR menunjukkan betapa kompleksnya dinamika antara masyarakat, pemerintah, dan institusi militer di Indonesia. Demonstrasi adalah salah satu cara masyarakat untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan publik, dan dalam konteks ini, penolakan terhadap RUU TNI merupakan wujud dari sikap kritis terhadap berbagai isu yang dianggap menyangkut hak asasi, demokrasi, dan transparansi.
Ketika melihat situasi yang memanas, penting untuk memahami latar belakang penolakan terhadap RUU tersebut. Banyak kalangan menganggap bahwa RUU itu berpotensi mengembalikan peran militer ke ranah sipil, yang bisa mengancam prinsip-prinsip demokrasi. Dengan konteks sejarah, di mana militer pernah memiliki kekuasaan yang besar dalam politik Indonesia, ketakutan ini sangat valid dan bisa dimaklumi oleh masyarakat. Oleh karena itu, reaksi masyarakat dalam bentuk demonstrasi merupakan hal yang wajar, bahkan perlu diapresiasi sebagai bagian dari demokrasi.
Namun, peristiwa ricuh yang terjadi, seperti pagar jebol dan adanya mahasiswa yang terluka, menandakan adanya ketegangan yang lebih besar dalam proses komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Situasi ini mencerminkan kekecewaan yang mendalam dari masyarakat terhadap cara pemerintah dalam menangani aspirasi mereka. Demonstrasi yang berujung kekerasan sering kali menciptakan luka yang dalam, baik secara fisik maupun psikologis, dan bisa mengakibatkan polarisasi yang lebih tajam dalam masyarakat.
Selain itu, penggunaan petasan dan kekerasan dalam pengunjuk rasa dapat mengaburkan pesan utama dari aksi tersebut. Ketika kekerasan terjadi, perhatian publik sering kali berpindah dari isu yang diangkat menjadi fokus pada tindakan anarkis. Hal ini berpotensi merugikan gerakan itu sendiri, karena suara yang semestinya didengar bisa tenggelam dalam berita negatif. Sangat penting bagi para demonstran untuk tetap berdialog dan menjaga aksi mereka dalam koridor damai agar pesan mereka bisa tersampaikan dengan jelas.
Di sisi lain, pihak keamanan juga perlu mengevaluasi pendekatan mereka dalam mengamankan demonstrasi. Tindakan represif dan berlebihan dalam menghadapi demonstrasi bisa memicu bentrokan yang lebih besar. Idealnya, aparat keamanan harus mampu berfungsi sebagai pelindung hak masyarakat untuk bersuara, dengan tetap menjaga ketertiban tanpa menggunakan kekuatan berlebihan.
Untuk menciptakan suasana yang lebih konstruktif, diperlukan ruang dialog antara pemerintah, wakil rakyat, dan elemen masyarakat sipil. Dialog tersebut harus dilakukan secara terbuka dan inklusif, sehingga semua pihak dapat menyampaikan pandangan dan harapan mereka tanpa merasa terancam. Dalam konteks ini, pemerintah perlu menunjukkan keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat, bukan hanya berfokus pada legislasi semata.
Dengan demikian, insiden ricuh ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk introspeksi. Di satu sisi, masyarakat perlu mengedepankan cara-cara damai dalam menyampaikan aspirasi mereka, sementara di sisi lain, pemerintah dan aparat keamanan harus lebih responsif dan humanis dalam menangani aksi-aksi demonstrasi. Pada akhirnya, tujuan bersama kita adalah menciptakan masyarakat yang adil, beradab, dan demokratis, di mana semua suara dapat didengar dan dihargai.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment