Loading...
Revisi tidak dimaksudkan untuk melegalkan semrawutnya PKL, tetapi untuk buka peluang penataan yang lebih manusiawi dan mendukung keberlangsungan
Berita mengenai 'Perda Penataan Pedagang Kaki Lima Kota Malang Perlu Ditinjau Kembali, DPRD Soroti Pengusiran PKL' menggambarkan dinamika yang sering terjadi di banyak kota di Indonesia, di mana keseimbangan antara penataan ruang publik dan keberadaan pedagang kaki lima (PKL) menjadi sorotan utama. Ini mencerminkan tantangan dalam mengelola ruang publik yang inklusif, di mana kepentingan ekonomi masyarakat dan estetika kota harus dipertimbangkan secara seimbang.
Pertama, pengusiran PKL seringkali menjadi solusi yang diambil oleh pemerintah daerah untuk menciptakan ruang yang lebih tertata. Namun, pendekatan ini sering kali kurang memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Banyak PKL yang mengandalkan usaha mereka sebagai sumber pencarian nafkah, sehingga tindakan pengusiran dapat berdampak pada kehidupan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mencari alternatif yang lebih manusiawi dan berkelanjutan, seperti penataan area yang lebih terorganisir untuk PKL agar tetap dapat beroperasi tanpa mengganggu tata kota.
Kedua, peninjauan kembali terhadap peraturan daerah (Perda) penataan PKL juga penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan relevan dengan kondisi sosial ekonomi saat ini. Sebagai bagian dari masyarakat, PKL memiliki hak untuk berkontribusi pada perekonomian lokal, dan peraturan yang kaku sering kali mengabaikan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, dialog antara DPRD, pemerintah kota, dan perwakilan PKL sangat diperlukan agar regulasi yang dihasilkan dapat mencerminkan kepentingan bersama serta berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, pemerintah kota Malang dapat belajar dari pengalaman kota lain yang berhasil menciptakan ruang publik yang ramah bagi PKL. Contohnya, beberapa kota telah menerapkan sistem zonasi yang jelas untuk PKL, serta menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung, seperti tempat sampah, toilet umum, dan area parkir. Dengan pendekatan semacam ini, diharapkan PKL dapat beroperasi dengan lebih tertata, dan masyarakat pun dapat menikmati ruang publik yang lebih nyaman.
Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, DPRD, dan PKL itu sendiri juga penting. Mengadakan forum atau diskusi terbuka dapat memberikan ruang bagi PKL untuk menyampaikan aspirasi dan tantangan yang mereka hadapi. Dengan melibatkan suara mereka dalam proses pengambilan keputusan, diharapkan kebijakan yang dihasilkan dapat lebih komprehensif dan inklusif.
Dalam konteks jangka panjang, penataan yang baik terhadap PKL tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi bagi pedagang, tetapi juga bisa meningkatkan daya tarik kota sebagai tujuan wisata. Jika dikelola dengan baik, PKL bisa menjadi bagian dari identitas dan karakter kota yang menarik banyak pengunjung. Oleh karena itu, pengelolaan PKL yang efektif dan berkelanjutan harus menjadi prioritas dalam perencanaan kota.
Dalam kesimpulannya, penting untuk meninjau kembali Perda yang ada dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan inklusif. Upaya untuk menciptakan sinergi antara kebutuhan PKL dan keinginan pemerintah untuk menjaga ketertiban kota harus dilakukan agar semua pihak dapat merasakan manfaat dari kebijakan tersebut. Dialog yang terbuka, penegakan hukum yang adil, dan penataan ruang yang baik akan membuat Kota Malang menjadi tempat yang lebih baik bagi semua warganya.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment