Tolak UU TNI, Mahasiswa Bandung Raya Khawatirkan Kembalinya Tindakan Represif Militer

5 hari yang lalu
7


Loading...
Mahasiswa khawatir UU ini akan melegitimasi tindakan represif militer terhadap masyarakat sipil di ruang publik.
Berita mengenai penolakan terhadap UU TNI yang disuarakan oleh mahasiswa di Bandung Raya mencerminkan keprihatinan yang mendalam terhadap potensi kembalinya tindakan represif militer di Indonesia. Dalam konteks sejarah, masyarakat Indonesia telah mengalami berbagai bentuk tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan selama berbagai periode, termasuk masa Orde Baru. Ketakutan akan kembalinya pola-pola lama ini merupakan hal yang wajar, terutama bagi generasi muda yang tidak ingin melihat sejarah kelam terulang kembali. Mahasiswa sebagai agen perubahan dan suara kritis di masyarakat memiliki peranan penting dalam menyuarakan aspirasi publik. Penolakan terhadap UU TNI ini menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap masa depan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Ketika UU ini dipandang berpotensi memperbolehkan militer untuk lebih terlibat dalam kehidupan sipil, maka kekhawatiran mereka akan meningkatnya tindakan represif menjadi sangat beralasan. Dalam masyarakat yang demokratis, peran militer haruslah jelas dibatasi dan diawasi agar tidak melanggar ruang sipil yang seharusnya dilindungi. Di sisi lain, penting untuk melihat UU TNI dalam konteks keamanan nasional dan stabilitas negara. Namun, jika UU tersebut terlalu luas dan memberikan keleluasaan berlebihan kepada militer, maka hal ini dapat menciptakan ketegangan antara aparat negara dan masyarakat. Penegakan hukum seharusnya dilakukan dengan prinsip keadilan, di mana militer seharusnya hanya berfungsi sebagai dukungan kepada aparat sipil dalam menjaga keamanan. Keterlibatan militer dalam urusan sipil tanpa ada batasan yang jelas justru dapat memicu ketidakamanan dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Selain itu, tindakan represif militer sering kali menghasilkan trauma kolektif yang mendalam. Generasi yang mengalami atau mendengar cerita dari mereka yang terdampak tindakan tersebut tentu akan mengusung ketidakpercayaan terhadap institusi militer. Untuk mencegah terulangnya pola-pola lama ini, dialog yang konstruktif antara pemerintah, militer, dan masyarakat sipil harus terus didorong. Kebijakan yang diambil dalam konteks keamanan harus mengutamakan pendekatan humanis dan menghormati hak asasi manusia. Perlu juga disadari bahwa kebangkitan gerakan mahasiswa seperti ini menunjukkan adanya kesadaran politik yang semakin meningkat di kalangan generasi muda. Mereka tidak lagi ingin menjadi sekadar penonton, tetapi mau aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada kehidupan mereka. Dengan adanya mobilisasi ini, mereka juga dapat menjadi pendorong bagi masyarakat yang lebih luas untuk terlibat dalam diskusi tentang kebijakan publik dan dampaknya. Akhirnya, harapan saya adalah agar pemerintah mendengarkan suara-suara yang muncul dari masyarakat, khususnya dari kalangan mahasiswa ini. Ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat harus terus dibuka dan diperluas agar berbagai aspirasi dapat diekspresikan dengan baik, tanpa ada yang merasa terdiskriminasi atau tertekan. Hanya dengan cara ini, kita bisa bersama-sama membangun Indonesia yang lebih demokratis, adil, dan sejahtera tanpa adanya kediktatoran militer atau tindakan represif yang mengancam hak dan kebebasan warga negara.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Comment