Nama Elikus Kobak diduga kuat sebagai dalang yang membakar gedung SD YPK Anggruk, Yahukimo hingga para pendidik tewas. Berita mengenai Elkius Kobak yang diduga terlibat dalam tewasnya enam guru di Yahukimo membawa perhatian yang besar, tidak hanya di kalangan masyarakat Papua tetapi juga di tingkat nasional. Kasus ini mencerminkan kompleksitas konflik bersenjata yang masih terjadi di Papua, di mana pihak-pihak yang terlibat seringkali memiliki latar belakang dan motivasi yang beragam. Elkius Kobak, sebagai sosok yang dianggap sebagai Panglima OPM (Organisasi Papua Merdeka), menjadikan berita ini semakin hangat, terutama mengingat reputasi OPM dalam perjuangan mereka untuk kemerdekaan Papua. Penghilangan nyawa enam guru di waktu yang bersamaan menimbulkan keprihatinan mendalam. Para guru tersebut adalah individu yang berperan penting dalam pendidikan dan pembangunan masyarakat di daerah yang mungkin masih kekurangan akses terhadap fasilitas pendidikan yang memadai. Tindakan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa tak hanya mengganggu perkembangan pendidikan, tetapi juga menimbulkan rasa takut dan ketidakpastian di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, berita mengenai latar belakang Elkius Kobak yang sebelumnya juga terlibat dalam kasus-kasus serupa menambah bobot dari situasi yang kompleks ini. Konflik di Papua sering kali diwarnai dengan tindakan kekerasan yang berkepanjangan, dan kasus ini dapat dilihat sebagai bagian dari pola tersebut. Pertanyaannya adalah, apa yang mendorong tindakan kekerasan semacam ini? Apakah ada harapan untuk resolusi damai, ataukah situasi ini akan terus menjadi siklus kemarahan dan balas dendam? Penting bagi semua pihak, baik pemerintah maupun organisasi kemanusiaan, untuk mendorong dialog dan menemukan solusi yang mengedepankan hak asasi manusia serta menghindari kekerasan lebih lanjut. Kritikan terhadap pendekatan militer dan segi keamanan yang diambil pemerintah dalam menghadapi konflik di Papua juga harus menjadi bagian dari diskusi ini. Berita ini membuka ruang untuk mempertanyakan apakah pendekatan tersebut efektif dalam menyelesaikan masalah mendasar yang ada. Alih-alih mengedepankan pendekatan keamanan, dialog yang inklusif dan partisipatif melibatkan berbagai elemen masyarakat Papua mungkin lebih dibutuhkan untuk menciptakan perdamaian jangka panjang. Secara umum, berita tentang Elkius Kobak dan peristiwa tragis di Yahukimo ini menjadi pengingat bahwa tantangan di Papua masih sangat serius dan memerlukan perhatian yang mendalam dari berbagai pihak. Upaya untuk memahami akar permasalahannya, termasuk dampak sejarah, politik, dan sosial yang telah membentuk kondisi saat ini, sangat penting. Tanpa upaya nyata untuk memahami dan menanggapi masalah ini, berita-berita tragis seperti ini mungkin akan terus berulang, merugikan masyarakat yang seharusnya mendapatkan hidup yang aman dan sejahtera.