Loading...
Kegiatan kelulusan tidak boleh menggunakan istilah 'wisuda' atau 'purnawiyata', termasuk segala atribut yang biasa menyertainya
Berita mengenai larangan kegiatan wisuda di Kota Kediri untuk tingkat PAUD hingga SMP memang mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat. Dari satu sisi, keputusan ini bisa dipandang sebagai upaya pemerintah daerah untuk mengurangi beban biaya yang sering kali ditanggung oleh orang tua siswa. Mengingat bahwa acara wisuda sering kali melibatkan pengeluaran tambahan, seperti biaya untuk pakaian, dekorasi, dan berbagai atribut lainnya, larangan ini bisa jadi merupakan langkah untuk meringankan beban finansial orang tua.
Namun, di sisi lain, wisuda juga memiliki makna simbolis yang sangat penting bagi anak-anak dan orang tua. Ini adalah momen untuk merayakan pencapaian yang telah mereka raih setelah melewati berbagai tahapan pendidikan, meskipun pada tingkat dasar. Larangan ini bisa jadi menghilangkan kesempatan bagi anak-anak untuk merasakan kebanggaan dan perayaan atas keberhasilan mereka. Pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang membangun karakter dan menjalani pengalaman berharga, termasuk dalam merayakan pencapaian.
Selain itu, ada juga aspek sosial yang perlu dipertimbangkan. Dalam kegiatan wisuda, orang tua dan siswa biasanya dapat merayakan pencapaian bersama dengan keluarga dan teman-teman. Ini menciptakan ikatan sosial yang kuat, serta momen yang dapat diingat sepanjang hidup. Dengan melarang kegiatan ini, pemerintah mungkin tidak menyadari dampak emosional yang mungkin dirasakan oleh anak-anak dan keluarganya, serta kehilangan momen berharga yang seharusnya bisa mereka nikmati.
Pendekatan yang lebih seimbang mungkin diperlukan dalam situasi ini. Misalnya, pemerintah dapat mempertimbangkan alternatif perayaan yang lebih sederhana dan tidak memerlukan biaya besar, tetapi tetap memberikan makna bagi siswa. Atau, mereka bisa membuat kebijakan yang lebih fleksibel di mana wisuda bisa dilakukan dengan konsep yang lebih sederhana, menekankan pada nilai-nilai pendidikan dan pencapaian tanpa harus terjebak pada kostum atau atribut yang mahal.
Pada akhirnya, larangan ini mencerminkan benturan antara kebijakan publik dan nilai-nilai sosial yang ada. Penting bagi para pemangku kebijakan untuk mendengarkan suara masyarakat dan mempertimbangkan nilai-nilai lokal yang ada saat membuat keputusan yang berdampak pada pendidikan dan perayaan pencapaian anak-anak. Dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat akan sangat membantu dalam menemukan solusi yang bisa diterima oleh semua pihak, tanpa mengorbankan pengalaman berharga yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa dalam perjalanan pendidikannya.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment