Loading...
Yusril Ihza Mahendra menegaskan, hukuman mati dalam KUHP baru tidak akan langsung mengeksekusi terpidana.
Berita tentang hukuman mati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang menyatakan bahwa terpidana akan diberikan masa percobaan selama 10 tahun, adalah topik yang kompleks dan menyita perhatian banyak pihak. Tanggapan terhadap perkembangan ini perlu ditelaah secara mendalam, mengingat implikasi hukum, sosial, dan moralnya.
Pertama, aspek hukum dari keputusan ini menciptakan ruang untuk diskusi mengenai prinsip keadilan. Pemberian masa percobaan sebelum pelaksanaan hukuman mati bisa dilihat sebagai bentuk kemanusiaan yang memberikan kesempatan bagi terpidana untuk memperbaiki diri. Hal ini bisa menjadi langkah positif dalam pendekatan rehabilitatif dalam sistem peradilan pidana. Namun, di sisi lain, hal ini juga membuka kemungkinan bagi terpidana untuk menghindari hukuman seumur hidup atau hukuman mati jika tidak ada pelanggaran yang terjadi selama masa percobaan, yang bisa dipandang sebagai ketidakadilan bagi korban.
Kedua, pada tingkat sosial, implementasi hukuman mati dengan masa percobaan ini dapat menyulut perdebatan di masyarakat. Bagi sebagian orang, hukuman mati dianggap sebagai bentuk keadilan yang tepat untuk kejahatan berat, sementara yang lain menolak hukuman tersebut dengan alasan moral dan etik. Penerapan konsep masa percobaan bisa menjadi solusi tengah yang dapat meminimalkan penolakan terhadap hukuman mati, tetapi juga harus diimbangi dengan diskusi publik yang mendalam untuk mencapai kesepakatan sosial yang lebih luas.
Ketiga, ada pertanyaan tentang penerapan dan pengawasan yang baik selama masa percobaan tersebut. Siapa yang akan bertanggung jawab untuk mengawasi perilaku terpidana? Apa kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi apakah terpidana telah memenuhi syarat untuk bebas dari hukuman mati? Kehadiran mekanisme yang jelas dan transparan dalam pelaksanaan masa percobaan adalah suatu keharusan agar keadilan tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga terwujud dalam praktik.
Selanjutnya, kita juga perlu mempertimbangkan dampak psikologis terhadap terpidana dan keluarganya. Menjalani masa percobaan dengan ancaman hukuman mati yang menggantung di atas kepala mereka bisa menciptakan tekanan psikologis yang signifikan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah sistem peradilan kita benar-benar mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam penegakan hukum, ataukah malah menciptakan trauma baru bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dengan demikian, meskipun ada beberapa potensi keuntungan dari adanya masa percobaan sebelum hukuman mati dilaksanakan, terdapat pula tantangan dan kekhawatiran yang harus ditangani. Penting bagi pihak berwenang untuk merumuskan pendekatan yang komprehensif dan berbasis pada prinsip keadilan, kemanusiaan, serta transparansi, agar kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan efektif dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Perdebatan yang konstruktif dan melibatkan berbagai elemen masyarakat akan sangat krusial dalam menentukan keberlangsungan penerapan kebijakan ini di masa mendatang.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment