Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di UGM Dinilai Terlalu Tertutup

15 April, 2025
5


Loading...
“Kami belum bisa mendapatkan akses terhadap para korban yang jelas sehingga kami belum bisa mendatangi juga para korbannya,” ujar Erlina.
Berita mengenai penanganan kasus kekerasan seksual di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dinilai terlalu tertutup mencerminkan keprihatinan yang semakin meningkat terhadap isu-isu terkait kekerasan berbasis gender di institusi pendidikan tinggi. Penanganan yang dianggap tertutup ini dapat menimbulkan banyak pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas lembaga pendidikan. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan penanganan kasus-kasus sensitif di lingkungan kampus. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah dampak dari ketertutupan ini terhadap korban. Ketika kasus-kasus kekerasan seksual ditangani dengan cara yang tidak terbuka, korban sering kali merasa terisolasi dan tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Dalam banyak kasus, ketidakpastian tentang proses penanganan dan kekhawatiran akan stigma sosial bisa menghalangi korban untuk melapor. Oleh karena itu, penting bagi UGM untuk membangun sistem yang lebih transparan dan responsif, yang tidak hanya melindungi identitas korban tetapi juga memberi mereka suara dalam proses penanganan kasus. Selain itu, penanganan yang terbuka dapat berfungsi sebagai langkah preventif. Dengan memberikan informasi yang jelas tentang kasus-kasus yang telah ditangani dan langkah-langkah yang diambil oleh pihak kampus, UGM dapat meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa dan staf mengenai pentingnya melawan kekerasan seksual. Hal ini dapat menciptakan budaya yang lebih mendukung bagi korban untuk berbicara dan meminta bantuan. Melalui edukasi yang berkesinambungan, universitas juga dapat mendorong perubahan perilaku dan sikap di kalangan mahasiswa, yang pada akhirnya dapat mengurangi insiden kekerasan seksual di kampus. Selain dari aspek korban dan pencegahan, kita juga perlu mempertimbangkan reputasi institusi. Kasus-kasus yang ditangani secara tertutup dan dianggap tidak transparan dapat merugikan citra UGM di mata publik. Mahasiswa dan orang tua calon mahasiswa cenderung mempertimbangkan reputasi universitas ketika memilih tempat studi. Jika UGM dapat menunjukkan komitmen yang kuat terhadap penanganan kasus kekerasan seksual dengan cara yang terbuka dan transparan, ini bukan hanya akan menarik lebih banyak mahasiswa, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut. Oleh karena itu, langkah pertama yang baik bagi UGM adalah membuka dialog dengan semua pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum, mengenai kebijakan dan prosedur yang ada saat ini. Dengan melibatkan berbagai pihak dalam pembentukan kebijakan dan penanganan, universitas dapat menciptakan sistem yang lebih efektif dan inklusif. Tanggapan dan masukan dari komunitas kampus dapat menjadi dasar bagi penyempurnaan kebijakan yang ada sehingga lebih responsif terhadap kebutuhan korban. Akhirnya, penanganan kasus kekerasan seksual harus dipandang sebagai tanggung jawab bersama. UGM, sebagai institusi pendidikan, memiliki peran kunci dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua warganya. Dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi, universitas dapat berkontribusi tidak hanya terhadap kesembuhan individu tetapi juga terhadap perubahan sosial yang lebih luas, mendorong masyarakat untuk lebih peduli dan bertindak melawan kekerasan berbasis gender.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Comment