Loading...
Istri Maulana sempat mencoba melerai dan memeluk pria berbaju hitam agar berhenti melakukan kekerasan, namun aksi brutal itu tetap berlangsung.
Berita mengenai insiden penganiayaan terhadap pengantin pria di Parigi Moutong, Sulteng, setelah prosesi akad nikah menunjukkan betapa masih adanya isu sosial yang kompleks dalam masyarakat kita. Dari kabar ini, terlihat bahwa pernikahan, yang seharusnya menjadi momen bahagia, dapat berubah menjadi tragedi akibat ketidakpuasan terhadap nilai mahar yang disepakati. Ini menunjukkan bahwa di beberapa budaya, mahar masih dianggap sebagai simbol prestise dan tanggung jawab.
Isu mahar menjadi salah satu pokok permasalahan yang sering memicu konflik dalam pernikahan, terutama di daerah-daerah tertentu. Dalam konteks ini, tampak bahwa ekspektasi akan mahar bisa menjadi beban yang sangat berat. Ketika nilai mahar dianggap tidak sesuai, hal ini dapat menimbulkan rasa malu dan menodai marwah bagi pihak keluarga. Terlebih, dalam budaya yang masih menjunjung tinggi norma dan tradisi, setiap elemen dalam pernikahan, termasuk mahar, dipandang sebagai cerminan status sosial dan ekonomi keluarga.
Penganiayaan yang terjadi pasca-akad nikah tidak hanya mencederai pengantin pria, tetapi juga menciptakan dampak emosional yang mendalam bagi kedua belah pihak, termasuk keluarga. Kasus seperti ini harusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa komunikasi yang baik antara kedua belah pihak sangat penting sebelum melaksanakan perkahwinan. Kesepakatan mengenai mahar, walaupun sering kali dianggap remeh, seharusnya dibicarakan secara transparan dan saling memahami.
Namun, lebih jauh lagi, berita ini mengisyaratkan perlunya pendidikan dan penyadaran tentang arti pernikahan yang sebenarnya. Pernikahan seharusnya tidak hanya didasarkan pada simbol-simbol materi, tetapi lebih kepada komitmen, cinta, dan saling menghargai. Dalam banyak kasus, masyarakat perlu diajak untuk berpikir lebih kritis bahwa hidup berumah tangga lebih kompleks daripada sekadar memenuhi ekspektasi sosial terkait mahar.
Kita juga tidak dapat mengabaikan aspek hukum dan perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Insiden seperti ini menunjukkan bahwa kekerasan tidak mengenal waktu dan tempat; pernikahan yang seharusnya menjadi ikatan suci bisa berujung pada tragedi akibat kekerasan. Ini menuntut kita untuk memperkuat sistem perlindungan hukum bagi korban, serta memperbaiki cara masyarakat berinteraksi dengan norma-norma sosial yang ada.
Era modern saat ini mengharuskan kita untuk merenungkan ulang berbagai praktik tradisional yang bisa menjadi sumber konflik. Mungkin perlu ada kampanye atau program sosialisasi yang lebih aktif dalam mendidik masyarakat mengenai pernikahan yang sehat, mengedepankan aspek emosional daripada material, serta bisa memahami dan menerapkan adat istiadat dengan bijak.
Sebagai penutup, insiden di Parigi Moutong ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Masyarakat harus bersikap lebih bijak dan berani menolak praktik-praktik yang merugikan, serta berkomitmen untuk membangun hubungan yang lebih sehat antara kedua belah pihak. Sehingga pernikahan yang sejatinya adalah momen bahagia dan suci bisa terwujud tanpa adanya tekanan dari pihak lain terkait mahar ataupun ekspektasi sosial yang berlebihan.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment