Loading...
Reportase ini saya tulis pada sore hari menjelang berbuka puasa ketika sedang menempuh perjalanan dari Lhokseumawe ke Banda Aceh.
Berita dengan judul "Berbukalah dengan si Manis, tapi Sesuai Anjuran Ahli Gizi" mengangkat tema yang sangat relevan, terutama menjelang bulan Ramadan. Dalam konteks berpuasa, buka puasa adalah momen yang dinanti-nanti oleh umat Islam, dan pilihan makanan yang tepat sangat penting untuk menjaga kesehatan dan energi selama bulan puasa. Mengikuti anjuran ahli gizi dalam memilih makanan saat buka puasa tentunya akan memberikan manfaat lebih, baik untuk kesehatan fisik maupun mental.
Makanan manis seperti kurma memang dianjurkan untuk menjadi makanan pembuka ketika berbuka puasa. Tidak hanya karena rasanya yang lezat, tetapi juga karena kurma mengandung gula alami yang dapat segera mengembalikan energi setelah seharian berpuasa. Selain itu, kurma juga kaya akan nutrisi seperti serat, vitamin, dan mineral yang penting untuk tubuh. Namun, aspek yang perlu diingat adalah porsi dan keberagaman makanan yang dikonsumsi saat berbuka.
Anjuran untuk membatasi konsumsi makanan manis berlebihan sangat penting. Meskipun menggoda, makanan tinggi gula dapat menyebabkan lonjakan energi yang cepat, namun diikuti dengan penurunan yang cepat pula, membuat kita merasa lemas. Ini bisa berpengaruh pada kinerja kita setelah berbuka, terutama bagi mereka yang menjalani kegiatan seperti bekerja atau belajar. Oleh karena itu, kombinasi makanan yang seimbang antara karbohidrat, protein, lemak sehat, serta sayuran dan buah penting untuk menjaga stabilitas energi.
Pendekatan yang diambil dalam berita tersebut juga mencerminkan kesadaran akan pentingnya pola makan sehat. Banyak orang cenderung mengabaikan nilai gizi dan lebih memilih makanan yang cepat dan mudah, seperti gorengan atau makanan manis dengan kandungan tinggi gula. Edukasi tentang pentingnya nutrisi, terutama saat bulan puasa, menjadi kunci untuk mendukung kesehatan masyarakat. Kolaborasi antara ahli gizi dan masyarakat bisa membawa perubahan positif dalam kebiasaan makan selama Ramadan.
Di sisi lain, kita juga tidak boleh melupakan aspek psikologis dari berbuka puasa. Momen berbuka sering kali diisi dengan kebersamaan keluarga dan teman-teman. Jadi, meskipun penting untuk memperhatikan aspek gizi, kita juga perlu menghargai tradisi dan kebersamaan tersebut. Keseimbangan antara kesehatan dan kebahagiaan emosional harus ditemukan agar puasa tidak hanya berjalan dengan baik dari segi fisik, tetapi juga memberikan makna yang mendalam.
Secara keseluruhan, berita ini mengingatkan kita akan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam menjalani bulan Ramadan. Memilih makanan manis sebagai pembuka berbuka puasa sangat dianjurkan, tetapi tetap harus dilakukan dengan bijak. Dengan memahami dan menerapkan saran dari ahli gizi, kita dapat menjalani bulan suci ini dengan lebih sehat, sehingga bisa memaksimalkan ibadah dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan baik.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like
Love

Care
Haha

Wow

Sad

Angry
Comment