Tradisi Selikuran Sambut Lailatul Qadar: Isi Kegiatan Ibadah, Jauhi Bila Bertentangan Ajaran Islam

6 hari yang lalu
7


Loading...
Di Kalsel, khususnya di Banua Anam juga memiliki tradisi malam selikuran, di antaranya yang masih lestari adalah tradisi tanglong di bulan Ramadan
Berita mengenai "Tradisi Selikuran Sambut Lailatul Qadar" membawa perhatian pada praktik prasyarat yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Islam dalam menyambut malam yang penuh keberkahan ini. Selikuran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan ritual yang dilakukan pada malam ke-21 bulan Ramadan, di mana umat Islam berkumpul untuk beribadah bersama. Namun, terdapat kekhawatiran jika praktik tersebut mencampurkan elemen-elemen yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Di satu sisi, kegiatan ibadah seperti selikuran dapat menjadi media untuk memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara anggota masyarakat. Hal ini sejalan dengan semangat Ramadan yang mendorong umat Islam untuk beribadah, berdoa, dan bertafakur. Terlebih lagi, malam Lailatul Qadar memiliki nilai penting karena diyakini sebagai malam di mana Al-Qur’an diturunkan. Kegiatan yang dilakukan selama periode ini, jika dilandasi dengan niat yang tulus, diyakini dapat mendapatkan pahala yang besar. Namun, seiring dengan budaya dan tradisi yang berkembang, ada potensi terjadinya penyimpangan dari ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk selalu merefleksikan praktik yang mereka lakukan dan memastikan bahwa kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama. Misalnya, jika dalam pelaksanaan selikuran terdapat unsur-unsur yang bersifat syirik atau melanggar ketentuan syariat, maka sebaiknya hal tersebut ditinggalkan demi menjaga keotentikan iman dan praktik ibadah. Pentingnya pendidikan dan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam menjadi krusial dalam menghadapi fenomena ini. Umat Islam perlu mendapatkan bimbingan dari para ulama dan tokoh masyarakat agar kegiatan ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadan, terutama menyambut malam Lailatul Qadar, dapat berlangsung sesuai dengan tuntunan agama. Dengan cara ini, kita tidak hanya menghargai tradisi budaya, tetapi juga menjaga kemurnian ajaran Islam yang kita anut. Dalam dunia yang semakin modern, tantangan terhadap praktik beragama juga semakin kompleks. Oleh karena itu, pendekatan yang bijaksana dan penuh kehati-hatian dalam melibatkan tradisi lokal dengan ajaran Islam sangat diperlukan. Disinilah peran dialog antara agama dengan budaya sangat penting, agar dapat menemukan titik temu yang saling menghargai dan tidak mengorbankan nilai-nilai agama. Kesimpulannya, tradisi Selikuran sambut Lailatul Qadar, jika diarahkan dengan benar, memiliki potensi untuk meningkatkan spiritualitas umat Islam. Namun, penekanan pada pentingnya menjaga agar kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam patut mendapat perhatian. Mari kita bersyukur atas kesempatan untuk melaksanakan ibadah dan menjadikan bulan Ramadan sebagai waktu untuk perbaikan diri, baik dalam aspek spiritual maupun dalam hubungan sosial di masyarakat.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Comment