Ramai di Medsos 'Selain Donatur Dilarang Ngatur', Ini Pandangan Sosiolog Soal Hubungan Transaksional

2 hari yang lalu
5


Loading...
'Kalau dalam konteks relasi dua-an atau pacaran, saya kira idealnya basis hubungannya bukan didasari oleh materi,' kata Nia saat dihubungi Kompas.com,
Berita yang berjudul 'Ramai di Medsos Selain Donatur Dilarang Ngatur, Ini Pandangan Sosiolog Soal Hubungan Transaksional' mencerminkan fenomena sosial yang semakin umum di era digital saat ini. Dengan meningkatnya penggunaan media sosial sebagai platform penggalangan dana dan bantuan, muncul berbagai dinamika antara donatur dan penerima bantuan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa hubungan ini bukan sekadar transaksi finansial, tetapi juga melibatkan interaksi sosial yang kompleks. Pertama, sosiolog berpendapat bahwa hubungan transaksional ini dapat memperkuat atau justru merusak solidaritas sosial. Sebuah donasi tidak hanya sekadar berbagi sumber daya, tetapi juga bisa menggugah empati dan rasa kebersamaan di antara individu. Namun, jika ada ekspektasi tinggi dari donatur mengenai bagaimana dana tersebut harus digunakan, hal ini bisa menimbulkan ketegangan. Penerima bantuan mungkin merasa tertekan untuk memenuhi harapan donatur, yang dapat membatasi kebebasan mereka untuk menentukan cara terbaik menggunakan sumber daya yang ada. Kedua, dengan adanya kekuatan media sosial, suara penerima bantuan bisa jadi lebih terdengar. Akses yang lebih luas memungkinkan penerima untuk menjelaskan situasi mereka dan bagaimana bantuan sebaiknya disalurkan. Namun, hal ini juga berpotensi menciptakan dinamika kekuasaan baru di mana donatur menjadikan platform media sosial untuk mengontrol atau mempengaruhi keputusan penerima. Ketidakrataan kekuasaan ini perlu diwaspadai, agar hubungan tersebut tetap berlandaskan pada saling menghormati. Selanjutnya, ada juga aspek etika yang perlu dipertimbangkan. Ketika donatur merasa berhak untuk 'mengatur' penggunaan dana, pertanyaan muncul: sejauh mana wewenang donatur dalam keputusan tersebut? Ini menjadi tantangan bagi etika penggalangan dana. Banyak organisasi nirlaba memiliki garis etik yang jelas mengenai hubungan antara donatur dan penerima bantuan, namun di platform media sosial, garis ini bisa menjadi kabur. Selain itu, media sosial juga mengubah cara orang melihat dan memahami kebutuhan orang lain. Dalam banyak kasus, kita mungkin tergoda untuk menilai situasi orang lain berdasarkan narasi yang kita lihat di online tanpa memahami konteks yang lebih luas. Ini mungkin mendorong pola berpikir yang kurang empatik dan lebih bersifat utilitarian, di mana bantuan dilihat sebagai transaksi semata. Akhirnya, penting untuk menciptakan ruang dialog yang lebih konstruktif antara donatur dan penerima bantuan. Alih-alih terjebak dalam pola hubungan yang transaksional dan saling mengatur, kedua belah pihak perlu melakukan komunikasi yang lebih terbuka. Ini bisa menjadi kesempatan untuk membangun solidaritas yang lebih kuat dan memberikan dampak yang lebih berkelanjutan pada mereka yang membutuhkan. Dengan kesadaran yang lebih tinggi akan dinamika ini, kita dapat mendorong praktik penggalangan dana yang lebih inklusif dan etis di era digital.

Setujukah? Bagaimana pendapat anda? Berikan comment or reaction dibawah
Like emoji
Like
Love emoji
Love
Care emoji
Care
Haha emoji
Haha
Wow emoji
Wow
Sad emoji
Sad
Angry emoji
Angry

Tags

Comment